Selasa, 27 September 2011
Senin, 26 September 2011
Sabtu, 10 September 2011
Proposal Skripsi : Penerapan pendekatan kooperatif tipe make a match untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas IV SDN3 Sukarara TP 2011.2012
Posted by SIMPLE ENGLISH COURSE
07.42, under | 3 comments
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Kekuatan memaknai proses pembelajaran agar menimbulkan kesan yang
mendalam dan menyenangkan pada diri siswa selama kegiatan belajar berlangsung
membutuhkan perencanaan yang cermat dalam setiap tahap pada saat materi ajar
akan disajikan. Sehingga tujuan kegiatan belajar akan tercapai secara maksimal.
Kesan mendalam yang diperoleh bukan hanya sebatas yang berkenaan
dengan ingatan siswa pada aktifitas kegiatan belajarnya akan tetapi mencakup
juga pada kemampuan siswa untuk mengingat dan memahami konsep dari materi ajar
yang diberikan pada saat kegiatan belajar berlangsung, dan hal ini ditandai
dengan meningkatnya hasil belajar siswa.
Kemudian tujuan kegiatan belajar yang dimaksud adalah
kegiatan belajar yang mengasyikkan dan memberikan nuansa perasaan gembira dalam
diri siswa serta menumbuhkan harapan-harapan terhadap pencapaian kemampuan
optimal belajar siswa secara sadar dan terencana yang berasal dari dalam diri
siswa tersebut. Sehingga tujuan belajar diharapkan dapat tercapai dengan
meningkatnya prestasi belajar.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang kita gunakan sekarang ini adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya. Sejalan
dengan apa yang digariskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri dan menjadi warga Negara yang
demokratif serta bertanggung jawab. ( UU Sisdiknas, No. 20 tahun 2003 )
Pendidikan
pada dasarnya suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya,
sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap
terbuka serta pendekatan-pendekatan yang kreatif tanpa harus kehilangan
identitas dirinya. Sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan formal yang
mempunyai aturan-aturan jelas. Guru sebagai fasilitator yang berperan dalam
keberhasilan siswa atau perserta didik. Untuk itu, guru harus tepat dalam
memilih metode pembelajaran yang akan digunakan agar hasil belajarnya tercapai
Hasil
belajar dapat tercapai apabila guru dalam menyampaikan pelajaran tidak
menjadikan siswa hanya sebagai obyek belajar, tetapi siswa dijadikan sebagai
subyek, sehingga siswa bisa terlibat langgsung dalam proses pembelajaran.
Selain itu juga, guru tidak hanya menggunakan model pembelajaran yang monoton
tetapi, guru harus bisa mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi dan
menyenangkan agar siswa senang dalam
mengikuti pelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Sekolah
Dasar Negeri 3 Sukarara terletak di Kabupaten Lombok Timur Kecamatan Sakra
Barat dengan alamat Jl. Montong Beter-Sukarara. Adapun letak kelas IV yang
dijadikan subyek dalam Penelitan ada di
komplek SD di bagian timur. Ruang kelas IV menghadap ke sebelah barat dengan
papan tulis untuk aktifitas belajar –
mengajar menghadap ke utara. Sedangkan kondisi lantai terbuat dari
lantai semen, dindingnya terbuat dari semen yang bagian bawah. Dinding bagian
atas dicat warna putih sesuai warna seragam sekolah siswa. Jumlah siswa kelas
IV sebanyak 24 siswa dengan siswa laki – laki sebanyak 11 siswa dan 13 siswi
perempuan. Perlengkapan meja kursi siswa, untuk meja berjumah 12 meja dan kursi
sejumlah 12 kursi. Di kelas IV terdapat 1 meja yang ditempati oleh 2 siswa dan
2 siswi.
Proses
pembelajaran selama ini guru menerapkan sesuai RPP dengan langkah – langkah
sebagai berikut : Kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir, metode dan
strategi pembelajaran serta penilaian; Pada saat proses pembelajaran di kelas
IV dengan Mata Pelajaran IPS tentang transportasi dengan memakai metode
ceramah, media tulisan guru di papan tulis dengan materi menceritakan kegiatan
sehari – hari sebelum berangkat ke sekolah. Pada kegiatan inti : guru
menjelaskan materi siswa mendengarkan. Guru mengadakan tanya jawab, sebagian
siswa belum ada yang bertanya. Pada kegiatan akhir : guru mengadakan penilaian
untuk mengetahui kemampuan siswa dalam belajar dengan hasil sebagai berikut : hanya
10
siswa dari 24
siswa yang dapat menguasai materi pembelajaran sebesar 33,33% ke atas
atau yang mendapat nilai 60 ke
atas. Sedangkan 14 (66,67%) siswa
nilainya kurang dari 60
sehingga belum tuntas dalam belajar. Sedang KKM yang ingin dicapai di sekolah ini adalah 60. Ternyata pembelajaran di kelas
IV mata pelajaran IPS kurang memuaskan hasilnya. Melihat realita di atas bahwa
proses pembelajaran selama ini yang berlangsung di kelas belum memenuhi harapan
guru, siswa dan sekolah. Hal ini karena guru dalam menyampaikan materi hanya
menoton saja, sehingga membuat siswa bosan dan mengantuk.
Selain
itu dalam pembelajaran Ilmu Pendidikan Sosial (IPS)
cenderung merupakan pelajaran yang kurang diminati oleh siswa. Hal ini
disebabkan kesukaran dalam penyajian materi
atau belum tepat dalam memilih metode pembelajaran sehingga siswa
terkesan kurang menyenangkan. Guru hanya menggunakan metode Terangkan
Catat Latihan (TCL) di depan kelas tanpa ada keterlibatan siswa secara
langsung. Kondisi ini menunjukkan bahwa, pada kenyataannya guru dalam melakukan
kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung berlangsung satu arah, Artinya guru hanya mentransformasi
ilmu pengetahuannya dan siswa tinggal menerima. Model pembelajaran seperti ini
menyebabkan pembelajaran berpusat pada guru dan siswa dijadikan obyek belajar bukan subyek belajar.
Dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru Ilmu
Pendidikan Sosial (IPS) SD Negeri 3 Sukarara kelas IV, siswa terkesan
tidak bersemangat dalam menerima pelajaran dan hasil belajarnyapun rendah.
Padahal
dalam pembelajaran Ilmu Pendidikan Sosial (IPS) guru
bisa melibatkan siswa secara maksimal, sehingga siswa tidak hanya dijadikan
obyek belajar, karena siswa bisa dijadikan sebagai subyek belajar yaitu dengan
cara menggali pengetahuan siswa. Selain itu juga siswa bisa aktif dan terlibat
secara langsung di dalam pembelajaran. Karena kalau guru tidak memperbaharui
model pembelajaran yang digunakannya dapat
menyebabkan siswa mengalami kebosanan dalam belajar Ilmu Pendidikan Sosial (IPS). Dan hasil belajarnya
tidak sesuai dengan harapan atau dengan kata lain siswa banyak yang tidak
mencapai standar ketuntasan.
Dalam
rangka mengatasi masalah tersebut di atas, perlu diupayakan suatu pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan agar siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa meningkat. Salah satu cara yang
dapat ditempuh adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajara kooperatif tipe make
a match. Menurut Slavin (1985) dalam Isjoni (2010: 15) pembelajaran
kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kkecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang
dengan struktur kelompok heterogen
Berdasarkan
uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk
meningkatkan prestasi belajar IPS kelas IV SD Negeri 3 Sukarara”.
B.
Identifikasi
Masalah
Dari
latar belakang masalah bahwa hanya 8 (33,33%) dari 24 siswa yang
dapat menguasai materi pembelajaran sebesar atau yang mendapat nilai ≥ 60. Sedangkan 16 (66,67%) siswa nilainya kurang dari ≤ 60 sehingga
belum tuntas dalam belajar. Sedang KKM
yang ingin dicapai di sekolah ini adalah 60. Kenyataannya bahwa proses
pembelajaran IPS di kelas IV dengan materi transportasi yang semestinya sudah
siswa pahami di kelas III sekolah dasar (SD) hasilnya sangat tidak memuasakan. Selama
ini guru menggunakan metode “Terangkan–Catat–Latihan”. Metode ini mempunyai
kelebihan, yaitu dalam waktu singkat anak memahami materi pelajaran namun
tingkat pemahaman siswa tidak optimal. Disamping itu, metode TCL mempunyai
kelemahan, yaitu aspek psikis dan sosial anak tidak sepenuhnya terlibat. Untuk
meningkatkan pemahaman siswa perlu dilakukan pembelajaran yang melibatkan aspek
kognitif, psikis dan sosial siswa secara optimal. Pembelajaran melalui metode atau
pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan salah satu
metode pembelajaran yang dapat melibatkan ketiga aspek tersebut. Pembelajaran
dengan metode ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Secara
umum dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.
1.
Pembelajaran
pengetahuan sosial di kelas masih berjalan monoton
2.
Belum
ditemukan strategi pembelajaran yang tepat
3.
Belum
ada kolaborasi antara guru dan murid
4.
Metode
yang digunakan bersifat konvensional
5.
Rendahnya
koalitas pembelajaran pengetahuan sosial.
6.
Rendahnya
prestasi siswa untuk mata pelajaran pengetahuan sosial
Dalam
rangka menguji tingkat keefektifan dan tingkat pemahaman siswa dengan metode atau
pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a match di kelas IV dengan materi
transportasi perlu dilakukan penelitian.
C.
Batasan
Masalah
Dalam
upaya memecahkan masalah tentang kurangnya minat dan rendahnya prestasi belajar
siswa dalam mata pelajaran Ilmu
Pendidikan Sosial (IPS) khususnya materi transportasi, batasan masalah pada
tulisan ini adalah penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make
a match pada siswa kelas IV mata pelajaran IPS di SDN 3 Sukarara
D.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian
ini yaitu bagaimana penerapan pendekatan pembelajaan kooperatif tipe make a
match dapat meningktkan prestasi belajar IPS kelas IV SDN 3 Sukarara?
E.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut di atas, ada dua tujuan penelitian, yaitu :
1.
Tujuan Umum
Tujuan penelitian yang diharapkan dari
penelitian ini menjadi masukan bagi guru untuk meningkatkan perestasi belajar
dengan menggunakan pendekatan atau metode pembelajaran yang sesuai.
2.
Tujuan Khusus
Adapaun
tujuan khusus dari penelitian ini :
“Untuk mengetahui apakah penerapan pendekatan
pembelajaran
kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPS di SDN 3 Sukarara”.
F.
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat
teoritis
Diharapkan
dapat menambah khasanah keilmuan peneliti lain dan pembaca tentang strategi dan model pembelajaran terhadap
hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Sukarara
Tahun Pelajaran 2011/2012.
2.
Manfaat praktis
a.
Bagi Siswa
Penerapan
pendekatan pembelajan kooperatif tipe mike macth memberikan pengalaman belajar
secara berkelompok dan dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa khususnya
pada pelajaran IPS dan mata pelajaran lain pada umumnya.
b.
Bagi Guru
Dengan dilaksanakannya PTK ini, guru
dapat mengetahui strategi serta metode yang bervariasi untuk memperbaiki sistem
pembelajaran di kelas sehingga permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru dan
siswa di kelas dapat segera diatasi
c.
Bagi
Kepala Sekolah
1
Sebagai
informasi mengenai pendekatan dalam proses pembelajaran agar lebih bervariasi
2
Sebagai
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa SDN 3 Sukarara
BAB II
LANDASAN TEORI
- Kajian Teori
1
Pendekatan
Pendekatan
adalah suatu upaya penyederhanaan masalah sampai batas-batas tertentu sehingga
masih dapat ditoleransi untuk memudahkan penyelesaiannya. Upaya ini digunakan
hampir dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan di mana suatu masalah baru
umumnya diselesaikan dengan menggunakan modifikasi cara pemecahan yang telah
diketahui bagi permasalahan lain.
Pengelolaan
kelas bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai
faktor. Permasalahan anak didik adalah faktor utama yang dilakukan guru tidak
lain adalah untuk meningkatkan kegairahan siswa baik secara berkelompok maupun
secara individual.
Keharmonisan
hubungan guru dan anak didik, tingginya kerjasama diantara siswa tersimpul
dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung dari
pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas.(Djamarah 2006: 179)
Berbagai
pendekatan tersebut adalah seperti dalam uraian berikut:
a.
Pendekatan
Kekuasaan
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses
untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru disini adalah
menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan
adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk mentaatinya. Di dalamnya
ada kekuasaan dan norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui
kekuasaan dalam bentuk norma itu guru mendekatinya.
b.
Pendekatan
Ancaman
Dari pendekatan ancaman atau intimidasi ini,
pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah
laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan
dengan cara memberi ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.
c.
Pendekatan
Kebebasan
Pengelolaan diartikan secara suatu proses untuk
membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan
dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak
didik.
d.
Pendekatan
Resep
Pendekatan resep (cook book) ini dilakukan dengan
memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak
boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang
terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus
dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang
tertulis dalam resep.
e.
Pendekatan
Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa
dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah
laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan
ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan
menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah
merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
f.
Pendekatan
Perubahan Tingkah Laku
Sesuai dengan namanya, pengelolaan kelas diartikan sebagai
suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah
mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang
kurang baik. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behavior
modification approach) ini bertolak dari sudut pandangan psikologi behavioral.
Program atau kegiatan yang yang mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang kurang baik, harus diusahakan menghindarinya sebagai penguatan negatif yang pada suatu saat akan hilang dari tingkah laku siswa atau guru yang menjadi anggota kelasnya. Untuk itu, menurut pendekatan tingkah laku yang baik atau positif harus dirangsang dengan memberikan pujian atau hadiah yang menimbulkan perasaan senang atau puas. Sebaliknya, tingkah laku yang kurang baik dalam melaksanakan program kelas diberi sanksi atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas dan pada gilirannya tingkah laku tersebut akan dihindari.
Program atau kegiatan yang yang mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang kurang baik, harus diusahakan menghindarinya sebagai penguatan negatif yang pada suatu saat akan hilang dari tingkah laku siswa atau guru yang menjadi anggota kelasnya. Untuk itu, menurut pendekatan tingkah laku yang baik atau positif harus dirangsang dengan memberikan pujian atau hadiah yang menimbulkan perasaan senang atau puas. Sebaliknya, tingkah laku yang kurang baik dalam melaksanakan program kelas diberi sanksi atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas dan pada gilirannya tingkah laku tersebut akan dihindari.
g.
Pendekatan
Sosio-Emosional
Pendekatan sosio-emosional akan tercapai secarta
maksimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam kelas.
Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan siswa serta hubungan antar
siswa. Didalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan hubungan tersebut.
Oleh karena itu seharusnya guru mengembangkan iklim kelas yang baik melalui
pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas. Untuk terrciptanya hubungan guru
dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap ngayomi atau sikap
melindungi.
h.
Pendekatan
Kerja Kelompok
Dalam pendekatan in, peran guru adalah mendorong
perkembangan dan kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses kelompok
memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan
kelompok menjadi kelompok yang produktif, dan selain itu guru harus pula dapat
menjaga kondisi itu agar tetap baik. Untuk menjaga kondisi kelas tersebut guru
harus dapat mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan
mengurangi masalah-masalah pengelolaan.
i.
Pendekatan
Elektis atau Pluralistik
Pendekatan elektis (electic approach) ini menekankan
pada potensialitas, kreatifitas, dabn inisiatif wali atau guru kelas dalam
memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya.
Penggunaan pendekatan itu dalam suatu situasi mungkin dipergunakan salah satu
dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga
pendekatan tersebut. Pendekatan elektis disebut juga pendekatan pluralistik,
yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan
yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi
memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien. Guru memilih
dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan
selama maksud dan penggunaannnya untuk pengelolaan kelas disini adalah suatu
set (rumpun) kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas
yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan
efisien.
2
Pembelajaran
Pembelajaran itu berasal dari
kata dasar ajar, dan lebih bertujuan memberi tahukan, jadi hasilnya adalah dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Pengertian pembelajaran secara
khusus diuraikan sebagai berikut.
a.
Behavioristik
Pembelajaran adalah usaha guru
membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan
(stimulus).
b.
Kognitif
Pembelajaran adalah cara guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan
memahami.
c.
Gestalt
Pembelajaran adalah usaha guru
untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah
mengorganisasikannya (mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt (pola bermakna).
d.
Humanistik
Pembelajaran adalah memberikan
kebebasan kepada siswauntuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya
sesuai dengan minat dan kemampuannya. (Darsono Max, 2000: 24)
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan
siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola pikir siswa
kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
3
Kooperatif
Cooperative learning mengandung
pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau
membantu di antar sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok,
yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat
dipengaruhi oleh keterlibtan dari setiap anggota kelompok itu sendiri (Etin
Solahetin, 2008). Sedangkan menurut Bern dan Erickson (dalam kokom komalasari,
2010: 62) pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mengorganisasikan pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di
mana siswa bekerjabersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Jadi
kooperatif merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran secara
dan anggota terdiri dari siswa yang hitrogen.
4
Pembelajaran
Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas yang meliputi semua jenis kerja
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan
oleh guru.(Agus suprijono, 2001:54). Jadi penbelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dimana guru tetap berperan dalam
pembelajaran sebagai fasilitator.
Sunal
dan Hans (2000) mengemukakan dalam (Isjoni, 2010: 15) pembelajaran kooperatif merupakan suatu
cara pendekatan atau serangkaian starategi yang khusus dirancang untuk
memberikan dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses
pembelajaran. Sedangkan menurut Davidson dan Warsham (2003), pembelajaran
kooperatif merupakan kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil,
siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang
berkelompok, pengalaman individual maupun pengalaman kelomok (Isjoni, 2010: 27)
Dari
pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan proses pembelajaran yang dilakukam siswa secara berkelompok untuk
melakukan kerja sama selama proses belajar mengajar dan setiap kelompok
bertanggung jawab atas kelompoknya .
5
Tipe
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, tipe adalah model, acuan, dan arahan (Drs.
Sulchan Yasin, 1997: 336). Sebaliknya model merupakan tipe.
6
Make
A Match
Teknik
belajar mengajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Teknik ini dapat dgunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkat usia anak didik. (Anita Lee, 2010: 55)
Menurut
Agus Suprijono (2010: 94) hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran
dikembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu
tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya
berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Jadi
dari pendapat tersebut dapat kita simpulkan make a match merupakan cara
belajar dengan mencari pasang yang cocok dengan kartu yang dipegang, karena
dalam pembelajaran ini, siswa ada yang memegang kartu jawaban dan ada yang
memegang pertanyaan pertanyaan.
Langkah-langkah
make a match dalam proses belajar mengajar (Anita Lee, 2010: 55)
yaitu: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu
yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review
(persiapan menjelang tes atau ujian). 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
artunya. 4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang
memegang kartu yang cocok.
Adapun
langkah-langkah make a match dalam (Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana,
2009: 46) yaitu: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep
atau topik yang cocok untuk sesi reviuw, sebaliknya satu bagian kartu soal dan
bagian lainnya kartu jawaban. 2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu.
3) Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas soal dari kartu yang dipegang.
4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (soal jawaban). 5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan
kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6) Setelah satu babak, kartu dikocok
lagi agar setiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. 7) Kesimpulan.
7
Tipe
Make A Match
Pembelajaran
terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan.
Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran
di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa
jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang
konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan
pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri.
Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas
dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas
permasalahan atau konsep yang dipelajari.
Untuk
memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada
di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah peneliti mencoba mengembangkan
pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan tipe make a match.
Model
pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah
ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003: 27). Sedangkan
menurut Ibrahim (2000: 2) model pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial.
Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan,
yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan,
tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003: 30).
Model
pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan
adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai
tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika
memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan
kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Guna
meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan
metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau
mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada
siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang
dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Teknik
tipe pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Langkah-langkah penerapan tipe make a match sebagai
berikut:
1.
Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.
Setiap
siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3.
Tiap
siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4.
Setiap
siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang
kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan
dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
5.
Setiap
siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6.
Jika
siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah
disepakati bersama.
7.
Setelah
satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
8.
Siswa
juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang
cocok.
9.
Guru
bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
8
Prestasi
Prestasi merupakan sebuah produk
dari usaha. Prestasi akan hadir jika seseorang sudah melakukan serangkaian
usaha untuk memperolehnya. Prestasi adalah pengakuan yang diberikan orang,
sekelompok orang atau institusi atas produk yang dihasilkan oleh orang perorang
atau sekelompok orang. Prestasi bisa merupakan capaian individu dan bisa juga
capaian bersama. Prestasi adalah buah dari kerja keras dan konsistensi.
Manusia sesungguhnya
memiliki kecenderungan berprestasi yang di dalam teori pembangunan
disebut sebagai teori kebutuhan berprestasi. Menurut teori pembangunan,
sebagaimana dicetuskan oleh David Mc-Cleland, bahwa manusia memiliki
kebutuhan berprestasi yang disebut sebagai Need for Achievement atau disingkat
N.Ach. Menurut teori ini, bahwa sesungguhnya manusia memiliki kebutuhan untuk
berprestasi. Akan tetapi untuk berprestasi tersebut harus didukung oleh semacam
mentalitas dan dorongan yang kuat untuk memperolehnya. Menurut Mc-Cleland,
bahwa yang mendorong seseorang berprestasi adalah mentalitas yang kuat. Siapa
yang memiliki dorongan mentalitas yang kuat, maka dialah yang akan berprestasi.
Namun demikian, dorongan
berprestasi tersebut dapat ditanamkan. Ia bukan sesuatu yang given. Ada dengan
sendirinya. Dalam beberapa treatment yang dilakukan oleh Mc-Cleland, bahwa
pelatihan dan pembudayaan berprestasi dapat menjadi factor pendukung munculnya
semangat berprestasi. Jadi, untuk menjadi the winner dan bukan the losser, maka
yang penting adalah dukungan mentalitas yang berupa kemauan keras, kerja keras,
kerja cerdas dan komitmen atau konsistensi.
Prestasi sesungguhnya bisa diraih
karena kerja keras dan konsistensi. Jika dianalisis, maka semua yang meraih
prestasi tertinggi, maka dia melakukannya secara konsisten. Bertahun-tahun.
Tidak ada prestasi yang diperoleh dari tindakan instan. Sekali jadi. Makanya,
jika seseorang ingin berprestasi sebagai bagian dari kebutuhan di dalam
kehidupannya, maka yang harus dilakukan adalah menjaga konsistensi dan kerja
keras.
Makanya, jika kita ingin
berprestasi, maka kita harus melakukan sesuatu secara konsisten dan terus
bekerja keras. Seorang pemimpin akan berhasil apabila dia konsisten pada mimpi
yang ingin diwujudkannya. Jika dia mahasiswa, maka dia konsisten untuk terus
belajar secara konsisten agar memperoleh nilai secara maksimal.
Dengan demikian, prestasi sebagai
kebutuhan hidup manusia akan terwujud ketika yang bersangkutan memperjuangkan
visi kehidupannya secara konsisten dan juga terus bekerja keras.
9
Belajar
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah
suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responya menjadi lebih baik dan
sebaliknya bila tidak belajar responya menjadi menurun sedangkan menurut Gagne
belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi
limgkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru (Dimyati,
2002: 10). Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan
berusaha ( berlatih dsb )supaya mendapat suatu kepandaian ( Purwadarminta : 109
)
Belajar adalah suatu
proses perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman.
Belajar tidak sekedar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu
sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan
lingkungannya, yaitu pengalaman. Hal yang penting dalam belajar adalah
perubahan perilaku, dan itu menjadi target dari belajar. Dengan belajar,
seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa.
Kita perlu memperluas pemahaman tentang belajar tidak hanya pada pengetahuan
yang bersifat konseptual, melainkan juga hal-hal yang menyangkut keterampilan
serta sikap pribadi yang mempengaruhi perilaku seseorang.
Ada empat area yang
disentuh berkenaan dengan belajar yaitu:
1.
Citra
diri dan perkembangan kepribadian
2.
Latihan
keterampilan hidup
3.
Cara
berpikir atau pola pikir (mind setting)
4.
Kompetensi
atau kemampuan yang bersifat akademik, fisik, dan artistik
Selain
itu ada satu area lagi yang menurut peneliti sangat penting yaitu area yang
bersifat rohani, yang menyangkut pengenalan seseorang terhadap Tuhan. Tony
Buzan, seorang psikolog dari Inggris, mengatakan demikian; “Pada saat
seorang anak dilahirkan, ia sebetulnya benar-benar brilian.” Sebab itu, adalah
salah jika orangtua beranggapan anaknya bodoh. Bila ia dikatakan bodoh, maka
kemungkinan ia akan menjadi bodoh. Saran yang diberikan adalah agar anak
mendapatkan sebanyak mungkin latihan fisik yang menggunakan tangan dan kaki
seperti merangkak, memanjat, dan sebagainya. Orangtua perlu memberi kesempatan
pada anak-anak untuk belajar dari kesalahan, yaitu melalui trial and error
(coba-salah). Anak-anak suka ber-eksperimen, mencipta, dan mencari tahu cara
bekerjanya sesuatu. Mereka juga suka pada tantangan. Sebab itu penting bagi
orangtua untuk memperluas dunia anak mereka, tidak terbatas hanya di rumah
saja. Demikian juga seorang guru untuk tidak mengguna model pembelajaran satu
arah.
Teori
perkembangan kognitif Piaget memberi penekanan pada faktor kematangan
atau kesiapan dalam belajar, artinya ada masanya bagi seorang anak untuk
belajar sesuatu. Sebab itu adalah sia-sia jika kita mengajarkan sesuatu kepada
anak sebelum waktunya. Misalnya, anak yang belum memasuki tahap perkembangan
kognitif praoperasional (2-7 tahun) umumnya masih akan mengalami kesulitan
dalam belajar bahasa karena belum mampu menggunakan simbol-simbol. Oleh karena
itu, penganut teori Piaget berpendapat bahwa adalah sia-sia mengajar bahasa (di
luar bahasa ibu) kepada anak usia di bawah lima tahun.
Namun
belakangan ini berkembang teori belajar yang bisa kita baca dalam buku Accelerated
Learning for the 21st Century oleh Colin Rose dan Malcolm J. Nitcholl,
yang mengatakan bahwa sejak lahir sampai dengan usia 10 tahun adalah masa-masa
yang sangat penting dan peka bagi anak untuk belajar. Disebutkan bahwa 50%
kemampuan belajar anak dikembangkan pada masa empat tahun pertama, 30%
dikembangkan menjelang ulang tahunnya yang ke-8, dan tahun-tahun yang amat
penting tersebut merupakan landasan atau penentu bagi semua proses belajarnya
di masa depan.
Berdasarkan teori tersebut, anak perlu
diberi banyak rangsangan pada masa empat tahun pertama agar ia belajar dan
menyerap banyak hal. Tahun-tahun pertama inilah yang justru merupakan saat
tepat dan ideal bagi anak untuk belajar lebih dari satu bahasa. Dikatakan juga
bahwa semua anak sebenarnya jenius di bidang bahasa. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa saat terbaik untuk mengembangkan kemampuan belajar adalah sebelum masuk
sekolah, karena sebagian besar jalur penting di otak dibentuk pada tahun-tahun
awal tersebut. Dalam hal ini, orangtua memegang peranan sangat penting dalam
meletakkan fondasi bagi pengembangan kemampuan belajar anak.
10
Prestasi
Belajar
Prestasi
belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yaitu “prestasi” dan
“belajar”. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun kelompok (Djamarah, 1994: 19).
Selanjutnya WJS. Poerwadarminta berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang
telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan menurut Mas’ud
Khasan Abdul Qohar prestasi apa yang telah diciptakan, hasil pekerjaan, hasil
yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Sementara
Nasrun Harahap dan kawan-kawan, memberikan batasan, bahwa prestasi adalah
penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan
dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai
yang terdapat dalam kurikulum.
Jadi
dari pengertian prestasi menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
prestasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar baik oleh individu maupun kelompok dalam
dunia pendidikan dan dilakukan dengan ulet dan kerja keras dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan hasil belajar.
Menurut Djamarah (1994: 21) Belajar adalah suatu aktivitas yang
dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah
dipelajari. Sedangkan menurut Gagne dalam (Kokom Komalasari, 2010: 2)
mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang
meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan
perubahan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja)
dan menurut Sunaryo (1989: 1) belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang
membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya
dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Berdasarkan
pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu
proses seseorang dalam merubah tingkah laku kearah yang lebih baik, mulai dari
sikap, minat, nilai maupun pengetahuan dan dilakukan secara sadar.
Jadi
dari pengertian prestasi dan belajar diatas, prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh berupa
kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari
aktivitas dalam belajar. (Djamarah, 1994: 23). Sedangkan menurut Djazuli (1995:
104) prestasi adalah perubahan prilaku seseorang secara akademik dalam
mengikuti proses pembelajaran (Dewi Kusumayantie, 2006: 6).
Berdasarkan
pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil
yang dicapai siswa atau seseorang baik yang dicapai oleh individu maupun
kelompok secara akademik sehingga mengakibatkan perubahan yang lebih baik dalam
diri individu. Dan dilakukan melalui proses belajar mengajar serta merupakan
hasil dari interaksi berbagai faktor.
Dalam
Abu Ahmadi (2008: 138) prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil
interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor
interen) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Hal ini menunjukkan
bahwa prestasi itu tidak hanya dipengaruhi oleh diri anak itu sendiri tetapi
juga dipengaruhi oleh faktor luar.
Selanjutnya
Abu Ahmadi mengemukakan bahwa yang tergolong faktor internal adalah:
a.
Faktor
jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang
termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.
b.
Faktor
fiskologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh atas:
1)
Faktor
intelektual yang meliputi: faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat. Dan
faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.
2)
Faktor non-intelek, yaitu unsur-unsur
kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi,
emosi, penyusaian.
c.
Faktor
kematangan fisik maupun psikis.
Yang
tergolong faktor eksteren, ialah:
a.
Faktor
sosial yang terdiri atas:
1)
Lingkungan
keluarga
2)
Lingkungan
sekolah
3)
Lingkungan
masyarakat
4)
Lingkungan
kelompok
b.
Faktor
budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.
c.
Faktor
lingkungan fisik seperti rumah fasilitas belajar, iklim.
Berbagai
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tidak hanya faktor intern
tetapi juga faktor ekstern. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi dan
saling mendukung dalam meningkatkan prestasi belajar seseorang.
11
Ilmu
Pendidikan Sosial (IPS)
IPS adalah program mata pelajaran
yang merupakan perpaduan dari disipilin ilmu sosial. Disiplin ilmu sosial yang
terpadu dalam IPS adalah ilmu: ekonomi, sejarah, geografi, antropologi,
sosiologi, psikologi sosial, politik dan hukum. Masing-masing disiplin ilmu
sosial tersebut memiliki aspek yang berbeda-beda (http://suripto.com/pendidikan-ips-html)
Ilmu Ekonomi mempelajari aspek
pemenuhan kebutuhan, sejarah memiliki aspek peristiwa, tempat dan waktu,
geografi mempelajari aspek ruang, antopropologi mempelajari aspek budaya,
sosiologi mempelajari aspek hubungan kemasyarakatan, psikologi sosial
mempelajari aspek kejiwaan khususnya jiwa individu dan jiwa masa. politik
mempelajari aspek pemerintahan, hukum mempelajari akspek norma atau aturan.
Dalam konsep an-Nas
bahwa masyarakat adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri
dengan mengabaikan keterlibatannya dengan kepentingan pergaulan antara
sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hubungan manusia dengan
masyarakat terjadi interaksi aktif. Manusia dapat mengintervensi dengan masyarakat
lingkungannya dan sebaliknya masyarakat pun dapat memberi pada manusia sebagai
warganya. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, masyarakat memiliki
karakteristik tertentu (http://www.masbied.com)
- Hasil Penelitian yang
Relevan
1
Penelitian dari Sumiatun, 2009 dengan
judul : Upaya meningkatkan prestasi belajar matematika mealui pembelajaran
kooperatif tipe stad pada siswa kelas III SD Negeri 2 Gunung Rajak Tahun
Pelajaran 2009/2010. Penelitiannya menghasilkan nilai rata-rata prestasi
belajar Matematika siswa kelas III pada siklus I sebesar 60, pada siklus II
sebesar 76 sehingga terdapat kenaikan nilai rata – rata dari siklus I ke siklus
II. Prosentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I menunjukkan angka sebesar
60,00 % ( 12 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 20 siswa), pada
siklus II sebesar 90,0 % (19 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh)
2
Penelitian dari Raehanun, 2011 dengan
judul penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make macth dapat
meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas IV SDN 1 Sukarara 2010/2011. Hal
ini, ditunjukkan dengan adanya peningkatan dari siklus I kesiklus II. Tampak
peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 76,59 menjadi 84,04. Dengan
peningkatan prosentasi ketuntasan secara klasikal sebesar 71,43% menjadi
90,48%.
Adapun
penelitian ini adalah penelitian yang digunakan untuk memecahkan permasalahan
pembelajaran IPS di SD Negeri 3 Sukarara dan melengkapi penelitian yang telah
ada sebelumnya.
- Kerangka Pikir
Dalam
proses belajar mengajar IPS di SDN 3 Sukarara siswa lebih banyak menjadi
pendengar atau bersifat pasif. Disamping itu metode yang digunakan masih
dominal menggunakan metode ceramah yaitu guru menjelaskan di depan kelas dan
siswa mendengarkan. Setelah guru menjelaskan, siswa disuruh mengerjakan latihan
dan siswa disuruh menghapal apa yang sudah dipelajari hari itu, serta
kadang-kadang pemberian tugas pekerjaan rumah (PR). Pembelajaran seperti ini
dilakukan secara monoton dan kurang bervariasi sehingga peran guru lebih
dominal yang menyebabkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran kurang.
Dalam
proses belajar mengajar khususnya pelajaran IPS, guru dituntut untuk memiliki
kemampuan dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk
menyampaikan materi pelajaran IPS. Karena metode yang kurang baik akan
menyebabkan rendahnya aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran IPS yang
didapat berdampak pada prestasi belajar IPS siswa.
Untuk
dapat meningkatkan keterlibatan langsung siswa dalam belajar salah satunya
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match yang
menuntun keterlibatan siswa secara aktif dan guru sebagai fasilitator.
Pembelajaran dengan kooperatif tipe make a match, dalam pembelajaran ini
siswa belajar secara kelompok. Dimana siswa disediakan kartu soal dan jawaban,
setiap siswa memegang satu buah kartu dan mereka akan mencari pasangan yang
cocok dari kartu yang dipegangnya. Dengan demikian, model pembelajaran
kooperatif tipe make a match akan mengajarkan siswa untuk belajar dalam
kelompok dan berperan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga dalam
proses belajar diharapkan aktivitas siswa dapat meningkat dan berakibat
terhadap prestasi siswa yang meningkat pula.
Bagan
1.1
Mekanisme
Pembelajaran dengan Model Cooperative Learning
(Davit Hornsby, 1981)
- Hipotesis Tindakan
Bedasarkan
uraian kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah: “Pendekatan pembelajaran
kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan prestasi belajar IPS
kelas IV SDN 3 Sukarara”.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis
Peneliian
Penelitan ini termasuk dalam jenis
Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yakni suatu
pencermatan terhadap suatu kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi di
dalam sebuah kelas (
Suharsimi Arikunto, dkk : 16: 2007 )
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan
pembelajaran di kelas apabila diimplementasikan dengan baik dan benar.
Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (guru)
mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan
masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang
diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara
cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya sesuai
dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan. (http://wijayalab.com)
Banyak
sekali masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran di sekolah. Tentu para
guru diminta untuk mencari solusi dari masalah-masalah itu. Untuk mencari
solusi dari masalah itu diperlukan sebuah penelitian. Dari sinilah dimulai
sebuah penelitian yang dimulai dari melihat, membaca, menulis, meneliti dan
melaporkannya dalam bentuk laporan PTK.
B. Tempat
dan Waktu Penelitian
Tempat
penelitian tindakan kelas ini adalah di SDN 3 Sukarara, kelas IV Tahun Pelajaran 2011/2012. dan waktu
penyelenggaraan penelitian ini adalah pada semester I (ganjil) mulai dari bulan
Juni sampai bulan September 2011.
C. Subjek
Penelitian
Subyek
penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IV SDN 3 Sukarara tahun ajaran
2011 yang berjumlah 24 orang siswa. Dengan jumlah siswa perempuan 13 orang dan
jumlah siswa laki-laki 11 orang. Adapun yang bertindak sebagai observer dalam
penelitian ini adalah guru kelas IV SD Negeri 3 Sukarara.
D. Prosedur
Penelitian
Penelitian
ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dimana penelitian ini terdiri
dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat
tahapan rangkaian yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama
yang ada pada setiap siklus yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan/tindakan,
tahap pengamatan (Observasi), dan tahap refleksi ( Arikunto dkk, 2007:
74 ).
Penelitian
tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Adapun tahapan pelaksanaan
penelitian tindakan kelas digambarkan seperti gambar di bawah ini :
|
Berikut
rincian kegiatan pada setiap tahapan adalah sebagai berikut:
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan tindakan
Pada
tahap perencanaan ini peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemuadian membuat sebuah instrumen
pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.
Secara
rinci, pada tahapan perencanaan ini terdiri dari kegiatan sebagai berikut :
1)
Membuat
skenario pembelajaran dengan menggunakan berbagai pola latihan yang disusun
dari yang paling simpel ke yang lebih kompleks.
2)
Membuat
lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
3)
Membuat
alat bantu mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada
tahap ini, rancanagan strategi dan skenario pembelajaran yang telah disusun pada
perencanaan tindakan akan diterapkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar
pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Sukarara pada pokok bahasan transportasi
sebagai implementasi pendekatan kooperative learning. Tindakan dilakukan oleh
peneliti sendiri yang berlangsung di dlam kelas dengan berpedoman pada
kurikulum, sillabus mata pelajaran dan rencana pembelajaran. Selain iut juga
peneliti berperan untuk memberikan stimulus dan motivasi kepada siswa dengan
tujuan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar.
c.
Tahap
Observasi (Pengamatan)
Pada
tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan
lembar observasi, dimana pada tahap ini siswa diobservasi yaitu tentang
perubahan sikap dan prestasi belajar siswa dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengenai transportasi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe mke a
match.
d.
Tahap
Refleksi
Tahap
ini merupakan tahapan pemerosesan data yang diperoleh pada saat observasi. Data
yang diperoleh pada tahap ini selanjutnya ditafsirkan dan dijadikan masukan
pada analisis data dengan mempertimbangkan bahwa segala pengalaman teori dan
pengalaman intruksional direfleksi untuk menarik suatu kesimpulan.
2. Siklus II
Pelaksanaan
siklus II ini didasarkan pada hasil refleksi yang sudah dilkukan pada siklus I,
mengulang tahapan-tahapan yang sudah tertera pada siklus I, sikulus II juga
merupakan penyempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus I
dengan tujuan untuk I mendapatkan hasil yang jauh lebih sempurna.
Adapaun
ketuntasan belajar bersasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
adalah sebagai berikut :
a.
Perorangan
: apabila mampu menyerap 60% dari materi yang disampaikan, yang akan terlihat
pada hasil evaluasi dimana siswa dapat mencapai 60% pada saat evaluasi.
b.
Klasikal
: apabila 80% atau lebih dari siswa dikelas mencapai ketuntasan perorangan,
yanga akan terlihat pada hasil evaluasi minimal 80% mencapai 60% ke atas,
sehingga indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah tercapai ketuntasan
secara klasikal.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
1.
Tehnik Pengumpulan Data.
Pada penelitian ini tekhnik yang
digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah teknik : test unjuk kerja, observasi, dan wawancara.
a.
Test unjuk kerja.
Test
adalah ujian tertulis, lisan, atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan,
kemampuan, bakat, dan kepribadian seseorang (KBBI, 2001: 1186).
Yang dimaksud test
unjuk kerja dalam penelitian ini yaitu siswa diberi tugas secara tertulis
maupun praktik. Test unjuk kerja dilakukan untuk mengatahui kemampuan
setelah siswa mengikuti proses pembelajaran pada setiap siklus.
b.
Observasi.
Hal
yang diamati dalam penelitian ini antara lain kondisi dan partisipasi siswa
saat mengikuti proses pembelajaran dan nilai yang diperoleh siswa. Selain siswa
juga guru terutama persiapan dan kemampuan guru dalam membelajarkan bahannya.
c.
Wawancara
Wawancara
dilakukan oleh peneliti kepada siswa untuk meneliti bagaimana minat dan
pengalaman siswa saat mengikuti pembelajaran. Wawancara juga dilakukan dengan
pengamat (kolaborator) untuk dimintai pendapat atau informasi tentang proses
pembelajaran dan minat siswa selama mengikuti pembelajaran.
2.
Alat Pengumpulan
Data
Alat
atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri atas beberapa
instrumen yaitu :
a.
Butir soal tes unjuk kerja.
Berupa test kemampuan awal tentang materi penjumlahan bilangan
pecahan. Soal test di akhir setiap siklus untuk mengetahui kemampuan penguasaan
bahan tersebut setelah diberi tindakan
b.
Lembar observasi
Berupa lembar refleksi siswa dan lembar pengamatan peneliti
yang digunakan untuk mengamati proses kegiatan pembelajaran.
c.
Pedoman wawancara
Pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan untuk wawancara
dengan siswa mengenai proses pembelajaran yang telah berlangsung.
F.
Instrument
Penelitian