LEADERSHIP

Pemimpin yang paling jelek adalah pemimpin yang malu dikeritik oleh bawahannya, disamping itu dalam mengambil keputusan selalu mau menang sendiri alias otoriter, ada lagi yaitu pemimpin yang omongannya seperti teka teki bin sulit dipahami oleh bawahannya...

Selasa, 27 September 2011

Kafilah SMPN 4 Jerowaru

Posted by SIMPLE ENGLISH COURSE 17.16, under | No comments


Senin, 26 September 2011

Leadership

Posted by SIMPLE ENGLISH COURSE 16.12, under | No comments


Sabtu, 10 September 2011

Proposal Skripsi : Penerapan pendekatan kooperatif tipe make a match untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas IV SDN3 Sukarara TP 2011.2012

Posted by SIMPLE ENGLISH COURSE 07.42, under | 3 comments


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kekuatan memaknai proses pembelajaran agar menimbulkan kesan yang mendalam dan menyenangkan pada diri siswa selama kegiatan belajar berlangsung membutuhkan perencanaan yang cermat dalam setiap tahap pada saat materi ajar akan disajikan. Sehingga tujuan kegiatan belajar akan tercapai secara maksimal.
Kesan mendalam yang diperoleh bukan hanya sebatas yang berkenaan dengan ingatan siswa pada aktifitas kegiatan belajarnya akan tetapi mencakup juga pada kemampuan siswa untuk mengingat dan memahami konsep dari materi ajar yang diberikan pada saat kegiatan belajar berlangsung, dan hal ini ditandai dengan meningkatnya hasil belajar siswa.
 Kemudian tujuan kegiatan belajar yang dimaksud adalah kegiatan belajar yang mengasyikkan dan memberikan nuansa perasaan gembira dalam diri siswa serta menumbuhkan harapan-harapan terhadap pencapaian kemampuan optimal belajar siswa secara sadar dan terencana yang berasal dari dalam diri siswa tersebut. Sehingga tujuan belajar diharapkan dapat tercapai dengan meningkatnya prestasi belajar.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang kita gunakan sekarang ini adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Sejalan dengan apa yang digariskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri dan menjadi warga Negara yang demokratif serta bertanggung jawab. ( UU Sisdiknas, No. 20 tahun 2003 )
Pendidikan pada dasarnya suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan-pendekatan yang kreatif tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan formal yang mempunyai aturan-aturan jelas. Guru sebagai fasilitator yang berperan dalam keberhasilan siswa atau perserta didik. Untuk itu, guru harus tepat dalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan agar hasil belajarnya tercapai
Hasil belajar dapat tercapai apabila guru dalam menyampaikan pelajaran tidak menjadikan siswa hanya sebagai obyek belajar, tetapi siswa dijadikan sebagai subyek, sehingga siswa bisa terlibat langgsung dalam proses pembelajaran. Selain itu juga, guru tidak hanya menggunakan model pembelajaran yang monoton tetapi, guru harus bisa mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan agar siswa  senang dalam mengikuti pelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Sekolah Dasar Negeri 3 Sukarara terletak di Kabupaten Lombok Timur Kecamatan Sakra Barat dengan alamat Jl. Montong Beter-Sukarara. Adapun letak kelas IV yang dijadikan subyek dalam Penelitan  ada di komplek SD di bagian timur. Ruang kelas IV menghadap ke sebelah barat dengan papan tulis untuk aktifitas belajar –  mengajar menghadap ke utara. Sedangkan kondisi lantai terbuat dari lantai semen, dindingnya terbuat dari semen yang bagian bawah. Dinding bagian atas dicat warna putih sesuai warna seragam sekolah siswa. Jumlah siswa kelas IV sebanyak 24 siswa dengan siswa laki – laki sebanyak 11 siswa dan 13 siswi perempuan. Perlengkapan meja kursi siswa, untuk meja berjumah 12 meja dan kursi sejumlah 12 kursi. Di kelas IV terdapat 1 meja yang ditempati oleh 2 siswa dan 2 siswi.
Proses pembelajaran selama ini guru menerapkan sesuai RPP dengan langkah – langkah sebagai berikut : Kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir, metode dan strategi pembelajaran serta penilaian; Pada saat proses pembelajaran di kelas IV dengan Mata Pelajaran IPS tentang transportasi dengan memakai metode ceramah, media tulisan guru di papan tulis dengan materi menceritakan kegiatan sehari – hari sebelum berangkat ke sekolah. Pada kegiatan inti : guru menjelaskan materi siswa mendengarkan. Guru mengadakan tanya jawab, sebagian siswa belum ada yang bertanya. Pada kegiatan akhir : guru mengadakan penilaian untuk mengetahui kemampuan siswa dalam belajar dengan hasil sebagai berikut : hanya 10 siswa dari 24 siswa yang dapat menguasai materi pembelajaran sebesar 33,33% ke atas atau yang mendapat nilai 60 ke atas. Sedangkan 14 (66,67%) siswa nilainya kurang dari 60 sehingga belum tuntas dalam belajar. Sedang KKM yang ingin dicapai di sekolah ini adalah 60. Ternyata pembelajaran di kelas IV mata pelajaran IPS kurang memuaskan hasilnya. Melihat realita di atas bahwa proses pembelajaran selama ini yang berlangsung di kelas belum memenuhi harapan guru, siswa dan sekolah. Hal ini karena guru dalam menyampaikan materi hanya menoton saja, sehingga membuat siswa bosan dan mengantuk.
Selain itu dalam pembelajaran Ilmu Pendidikan Sosial (IPS) cenderung merupakan pelajaran yang kurang diminati oleh siswa. Hal ini disebabkan kesukaran dalam penyajian materi  atau belum tepat dalam memilih metode pembelajaran sehingga siswa terkesan kurang menyenangkan. Guru hanya menggunakan metode Terangkan Catat Latihan (TCL) di depan kelas tanpa ada keterlibatan siswa secara langsung. Kondisi ini menunjukkan bahwa, pada kenyataannya guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung berlangsung  satu arah, Artinya guru hanya mentransformasi ilmu pengetahuannya dan siswa tinggal menerima. Model pembelajaran seperti ini menyebabkan  pembelajaran  berpusat pada guru dan siswa  dijadikan obyek belajar bukan subyek belajar. Dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru Ilmu Pendidikan Sosial (IPS) SD Negeri 3 Sukarara kelas IV, siswa terkesan tidak bersemangat dalam menerima pelajaran dan hasil belajarnyapun  rendah.
Padahal dalam pembelajaran Ilmu Pendidikan Sosial (IPS) guru bisa melibatkan siswa secara maksimal, sehingga siswa tidak hanya dijadikan obyek belajar, karena siswa bisa dijadikan sebagai subyek belajar yaitu dengan cara menggali pengetahuan siswa. Selain itu juga siswa bisa aktif dan terlibat secara langsung di dalam pembelajaran. Karena kalau guru tidak memperbaharui model pembelajaran yang digunakannya dapat  menyebabkan siswa mengalami kebosanan dalam belajar Ilmu Pendidikan Sosial (IPS). Dan hasil belajarnya tidak sesuai dengan harapan atau dengan kata lain siswa banyak yang tidak mencapai standar ketuntasan.   
Dalam rangka mengatasi masalah tersebut di atas, perlu diupayakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa meningkat. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajara kooperatif tipe make a match. Menurut Slavin (1985) dalam Isjoni (2010: 15) pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kkecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk meningkatkan prestasi belajar IPS kelas IV SD Negeri 3 Sukarara”.
B.     Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah bahwa hanya 8 (33,33%) dari 24 siswa yang dapat menguasai materi pembelajaran sebesar atau yang mendapat nilai ≥ 60. Sedangkan 16 (66,67%) siswa nilainya kurang dari ≤ 60 sehingga belum tuntas dalam belajar. Sedang KKM yang ingin dicapai di sekolah ini adalah 60. Kenyataannya bahwa proses pembelajaran IPS di kelas IV dengan materi transportasi yang semestinya sudah siswa pahami di kelas III sekolah dasar (SD) hasilnya sangat tidak memuasakan. Selama ini guru menggunakan metode “Terangkan–Catat–Latihan”. Metode ini mempunyai kelebihan, yaitu dalam waktu singkat anak memahami materi pelajaran namun tingkat pemahaman siswa tidak optimal. Disamping itu, metode TCL mempunyai kelemahan, yaitu aspek psikis dan sosial anak tidak sepenuhnya terlibat. Untuk meningkatkan pemahaman siswa perlu dilakukan pembelajaran yang melibatkan aspek kognitif, psikis dan sosial siswa secara optimal. Pembelajaran melalui metode atau pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan ketiga aspek tersebut. Pembelajaran dengan metode ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Secara umum dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.
1.      Pembelajaran pengetahuan sosial di kelas masih berjalan monoton
2.      Belum ditemukan strategi pembelajaran yang tepat
3.      Belum ada kolaborasi antara guru dan murid
4.      Metode yang digunakan bersifat konvensional
5.      Rendahnya koalitas pembelajaran pengetahuan sosial.
6.      Rendahnya prestasi siswa untuk mata pelajaran pengetahuan sosial
Dalam rangka menguji tingkat keefektifan dan tingkat pemahaman siswa dengan metode atau pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a match di kelas IV dengan materi transportasi perlu dilakukan penelitian.
C.     Batasan Masalah
Dalam upaya memecahkan masalah tentang kurangnya minat dan rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran  Ilmu Pendidikan Sosial (IPS) khususnya materi transportasi, batasan masalah pada tulisan ini adalah penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a match pada siswa kelas IV mata pelajaran IPS di SDN 3 Sukarara
D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana penerapan pendekatan pembelajaan kooperatif tipe make a match dapat meningktkan prestasi belajar IPS kelas IV SDN 3 Sukarara?
E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, ada dua tujuan penelitian, yaitu :
1.    Tujuan Umum
         Tujuan penelitian yang diharapkan dari penelitian ini menjadi masukan bagi guru untuk meningkatkan perestasi belajar dengan menggunakan pendekatan atau metode pembelajaran yang sesuai.
2.    Tujuan Khusus
         Adapaun tujuan khusus dari penelitian ini :
“Untuk mengetahui apakah penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPS di SDN 3 Sukarara”.
F.      Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Manfaat teoritis
Diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan peneliti lain dan pembaca tentang  strategi dan model pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Sukarara  Tahun Pelajaran 2011/2012.
2.      Manfaat praktis
a.       Bagi Siswa
Penerapan pendekatan pembelajan kooperatif tipe mike macth memberikan pengalaman belajar secara berkelompok dan dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa khususnya pada pelajaran IPS dan mata pelajaran lain pada umumnya.
b.      Bagi Guru
Dengan dilaksanakannya PTK ini, guru dapat mengetahui strategi serta metode yang bervariasi untuk memperbaiki sistem pembelajaran di kelas sehingga permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru dan siswa di kelas dapat segera diatasi
c.       Bagi  Kepala Sekolah
1        Sebagai informasi mengenai pendekatan dalam proses pembelajaran agar lebih bervariasi
2        Sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa SDN 3 Sukarara




















BAB II
LANDASAN TEORI
  1. Kajian Teori
1        Pendekatan
Pendekatan adalah suatu upaya penyederhanaan masalah sampai batas-batas tertentu sehingga masih dapat ditoleransi untuk memudahkan penyelesaiannya. Upaya ini digunakan hampir dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan di mana suatu masalah baru umumnya diselesaikan dengan menggunakan modifikasi cara pemecahan yang telah diketahui bagi permasalahan lain.
Pengelolaan kelas bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor. Permasalahan anak didik adalah faktor utama yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk meningkatkan kegairahan siswa baik secara berkelompok maupun secara individual.
Keharmonisan hubungan guru dan anak didik, tingginya kerjasama diantara siswa tersimpul dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung dari pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas.(Djamarah 2006: 179)
Berbagai pendekatan tersebut adalah seperti dalam uraian berikut:
a.       Pendekatan Kekuasaan
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk mentaatinya. Di dalamnya ada kekuasaan dan norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itu guru mendekatinya.
b.      Pendekatan Ancaman
Dari pendekatan ancaman atau intimidasi ini, pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberi ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.
c.       Pendekatan Kebebasan
Pengelolaan diartikan secara suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.
d.      Pendekatan Resep
Pendekatan resep (cook book) ini dilakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam resep.
e.       Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
f.       Pendekatan Perubahan Tingkah Laku
Sesuai dengan namanya, pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behavior modification approach) ini bertolak dari sudut pandangan psikologi behavioral.
Program atau kegiatan yang yang mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang kurang baik, harus diusahakan menghindarinya sebagai penguatan negatif yang pada suatu saat akan hilang dari tingkah laku siswa atau guru yang menjadi anggota kelasnya. Untuk itu, menurut pendekatan tingkah laku yang baik atau positif harus dirangsang dengan memberikan pujian atau hadiah yang menimbulkan perasaan senang atau puas. Sebaliknya, tingkah laku yang kurang baik dalam melaksanakan program kelas diberi sanksi atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas dan pada gilirannya tingkah laku tersebut akan dihindari.
g.      Pendekatan Sosio-Emosional
Pendekatan sosio-emosional akan tercapai secarta maksimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam kelas. Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan siswa serta hubungan antar siswa. Didalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan hubungan tersebut. Oleh karena itu seharusnya guru mengembangkan iklim kelas yang baik melalui pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas. Untuk terrciptanya hubungan guru dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap ngayomi atau sikap melindungi.
h.      Pendekatan Kerja Kelompok
Dalam pendekatan in, peran guru adalah mendorong perkembangan dan kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses kelompok memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan kelompok menjadi kelompok yang produktif, dan selain itu guru harus pula dapat menjaga kondisi itu agar tetap baik. Untuk menjaga kondisi kelas tersebut guru harus dapat mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan.
i.        Pendekatan Elektis atau Pluralistik
Pendekatan elektis (electic approach) ini menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dabn inisiatif wali atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan itu dalam suatu situasi mungkin dipergunakan salah satu dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan tersebut. Pendekatan elektis disebut juga pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien. Guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dan penggunaannnya untuk pengelolaan kelas disini adalah suatu set (rumpun) kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan efisien.
2        Pembelajaran
Pembelajaran itu berasal dari kata dasar ajar, dan lebih bertujuan memberi tahukan, jadi hasilnya adalah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Pengertian pembelajaran secara khusus diuraikan sebagai berikut.
a.      Behavioristik
Pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus).
b.      Kognitif
Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami.
c.       Gestalt
Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya (mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt (pola bermakna).
d.      Humanistik
Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswauntuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya. (Darsono Max, 2000: 24)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola pikir siswa kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal.


3        Kooperatif
Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antar sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibtan dari setiap anggota kelompok itu sendiri (Etin Solahetin, 2008). Sedangkan menurut Bern dan Erickson (dalam kokom komalasari, 2010: 62) pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisasikan pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerjabersama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
      Jadi kooperatif merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran secara dan anggota terdiri dari siswa yang hitrogen.  
4        Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.(Agus suprijono, 2001:54). Jadi penbelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dimana guru tetap berperan dalam pembelajaran sebagai fasilitator.
Sunal dan Hans (2000) mengemukakan dalam (Isjoni, 2010:  15) pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian starategi yang khusus dirancang untuk memberikan dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Sedangkan menurut Davidson dan Warsham (2003), pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang berkelompok, pengalaman individual maupun pengalaman kelomok (Isjoni, 2010: 27)
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan proses pembelajaran yang dilakukam siswa secara berkelompok untuk melakukan kerja sama selama proses belajar mengajar dan setiap kelompok bertanggung jawab atas kelompoknya .  
5        Tipe
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, tipe adalah model, acuan, dan arahan (Drs. Sulchan Yasin, 1997: 336). Sebaliknya model merupakan tipe.
6        Make A Match
Teknik belajar mengajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat dgunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik. (Anita Lee, 2010: 55)
Menurut Agus Suprijono (2010: 94) hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
        Jadi dari pendapat tersebut dapat kita simpulkan make a match merupakan cara belajar dengan mencari pasang yang cocok dengan kartu yang dipegang, karena dalam pembelajaran ini, siswa ada yang memegang kartu jawaban dan ada yang memegang pertanyaan pertanyaan.
Langkah-langkah make a match dalam proses belajar mengajar (Anita Lee, 2010: 55) yaitu:  1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian). 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan artunya. 4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok.

Adapun langkah-langkah make a match dalam (Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, 2009: 46) yaitu: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi reviuw, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu. 3) Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas soal dari kartu yang dipegang. 4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban). 5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. 7) Kesimpulan.
7        Tipe Make A Match
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari.
Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah peneliti mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan tipe make a match.
Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003: 27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000: 2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003: 30).
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Teknik tipe pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan tipe make a match sebagai berikut:
1.      Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.      Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
3.      Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4.      Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
5.      Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6.      Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
7.      Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8.      Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9.      Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
8        Prestasi
Prestasi merupakan sebuah produk dari usaha. Prestasi akan hadir jika seseorang sudah melakukan serangkaian usaha untuk memperolehnya. Prestasi adalah pengakuan yang diberikan orang, sekelompok orang atau institusi atas produk yang dihasilkan oleh orang perorang atau sekelompok orang. Prestasi bisa merupakan capaian individu dan bisa juga capaian bersama. Prestasi adalah buah dari kerja keras dan konsistensi.
Manusia sesungguhnya  memiliki kecenderungan berprestasi yang di dalam teori pembangunan disebut sebagai teori kebutuhan berprestasi. Menurut teori pembangunan, sebagaimana dicetuskan oleh David Mc-Cleland, bahwa  manusia memiliki kebutuhan berprestasi yang disebut sebagai Need for Achievement atau disingkat N.Ach. Menurut teori ini, bahwa sesungguhnya manusia memiliki kebutuhan untuk berprestasi. Akan tetapi untuk berprestasi tersebut harus didukung oleh semacam mentalitas dan dorongan yang kuat untuk memperolehnya. Menurut Mc-Cleland, bahwa yang mendorong seseorang berprestasi adalah mentalitas yang kuat. Siapa yang memiliki dorongan mentalitas yang kuat, maka dialah yang akan berprestasi.
Namun demikian, dorongan berprestasi tersebut dapat ditanamkan. Ia bukan sesuatu yang given. Ada dengan sendirinya. Dalam beberapa treatment yang dilakukan oleh Mc-Cleland, bahwa pelatihan dan pembudayaan berprestasi dapat menjadi factor pendukung munculnya semangat berprestasi. Jadi, untuk menjadi the winner dan bukan the losser, maka yang penting adalah dukungan mentalitas yang berupa kemauan keras, kerja keras, kerja cerdas dan komitmen atau konsistensi.
Prestasi sesungguhnya bisa diraih karena kerja keras dan konsistensi. Jika dianalisis, maka semua yang meraih prestasi tertinggi, maka dia melakukannya secara konsisten. Bertahun-tahun. Tidak ada prestasi yang diperoleh dari tindakan instan. Sekali jadi. Makanya, jika seseorang ingin berprestasi sebagai bagian dari kebutuhan di dalam kehidupannya, maka yang harus dilakukan adalah menjaga konsistensi dan kerja keras.
Makanya, jika kita ingin berprestasi, maka kita harus melakukan sesuatu secara konsisten dan terus bekerja keras. Seorang pemimpin akan berhasil apabila dia konsisten pada mimpi yang ingin diwujudkannya. Jika dia mahasiswa, maka dia konsisten untuk terus belajar secara konsisten agar memperoleh nilai secara maksimal.
Dengan demikian, prestasi sebagai kebutuhan hidup manusia akan terwujud ketika yang bersangkutan memperjuangkan visi kehidupannya secara konsisten dan juga terus bekerja keras.
9        Belajar
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responya menjadi menurun sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi limgkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru (Dimyati, 2002: 10). Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha ( berlatih dsb )supaya mendapat suatu kepandaian ( Purwadarminta : 109 )
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman. Belajar tidak sekedar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan lingkungannya, yaitu pengalaman. Hal yang penting dalam belajar adalah perubahan perilaku, dan itu menjadi target dari belajar. Dengan belajar, seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Kita perlu memperluas pemahaman tentang belajar tidak hanya pada pengetahuan yang bersifat konseptual, melainkan juga hal-hal yang menyangkut keterampilan serta sikap pribadi yang mempengaruhi perilaku seseorang.
Ada empat area yang disentuh berkenaan dengan belajar yaitu:
1.    Citra diri dan perkembangan kepribadian
2.    Latihan keterampilan hidup
3.    Cara berpikir atau pola pikir (mind setting)
4.    Kompetensi atau kemampuan yang bersifat akademik, fisik, dan artistik
Selain itu ada satu area lagi yang menurut peneliti sangat penting yaitu area yang bersifat rohani, yang menyangkut pengenalan seseorang terhadap Tuhan. Tony Buzan, seorang psikolog dari Inggris, mengatakan demikian; “Pada saat seorang anak dilahirkan, ia sebetulnya benar-benar brilian.” Sebab itu, adalah salah jika orangtua beranggapan anaknya bodoh. Bila ia dikatakan bodoh, maka kemungkinan ia akan menjadi bodoh. Saran yang diberikan adalah agar anak mendapatkan sebanyak mungkin latihan fisik yang menggunakan tangan dan kaki seperti merangkak, memanjat, dan sebagainya. Orangtua perlu memberi kesempatan pada anak-anak untuk belajar dari kesalahan, yaitu melalui trial and error (coba-salah). Anak-anak suka ber-eksperimen, mencipta, dan mencari tahu cara bekerjanya sesuatu. Mereka juga suka pada tantangan. Sebab itu penting bagi orangtua untuk memperluas dunia anak mereka, tidak terbatas hanya di rumah saja. Demikian juga seorang guru untuk tidak mengguna model pembelajaran satu arah.
Teori perkembangan kognitif Piaget memberi penekanan pada faktor kematangan atau kesiapan dalam belajar, artinya ada masanya bagi seorang anak untuk belajar sesuatu. Sebab itu adalah sia-sia jika kita mengajarkan sesuatu kepada anak sebelum waktunya. Misalnya, anak yang belum memasuki tahap perkembangan kognitif praoperasional (2-7 tahun) umumnya masih akan mengalami kesulitan dalam belajar bahasa karena belum mampu menggunakan simbol-simbol. Oleh karena itu, penganut teori Piaget berpendapat bahwa adalah sia-sia mengajar bahasa (di luar bahasa ibu) kepada anak usia di bawah lima tahun.
Namun belakangan ini berkembang teori belajar yang bisa kita baca dalam buku Accelerated Learning for the 21st Century oleh Colin Rose dan Malcolm J. Nitcholl, yang mengatakan bahwa sejak lahir sampai dengan usia 10 tahun adalah masa-masa yang sangat penting dan peka bagi anak untuk belajar. Disebutkan bahwa 50% kemampuan belajar anak dikembangkan pada masa empat tahun pertama, 30% dikembangkan menjelang ulang tahunnya yang ke-8, dan tahun-tahun yang amat penting tersebut merupakan landasan atau penentu bagi semua proses belajarnya di masa depan.
      Berdasarkan teori tersebut, anak perlu diberi banyak rangsangan pada masa empat tahun pertama agar ia belajar dan menyerap banyak hal. Tahun-tahun pertama inilah yang justru merupakan saat tepat dan ideal bagi anak untuk belajar lebih dari satu bahasa. Dikatakan juga bahwa semua anak sebenarnya jenius di bidang bahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa saat terbaik untuk mengembangkan kemampuan belajar adalah sebelum masuk sekolah, karena sebagian besar jalur penting di otak dibentuk pada tahun-tahun awal tersebut. Dalam hal ini, orangtua memegang peranan sangat penting dalam meletakkan fondasi bagi pengembangan kemampuan belajar anak.
10    Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yaitu “prestasi” dan “belajar”. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok (Djamarah, 1994: 19). Selanjutnya WJS. Poerwadarminta berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan menurut Mas’ud Khasan Abdul Qohar prestasi apa yang telah diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Sementara Nasrun Harahap dan kawan-kawan, memberikan batasan, bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.
Jadi dari pengertian prestasi menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar  baik oleh individu maupun kelompok dalam dunia pendidikan dan dilakukan dengan ulet dan kerja keras dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan hasil belajar.
Menurut  Djamarah  (1994: 21) Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Sedangkan menurut Gagne dalam (Kokom Komalasari, 2010: 2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja) dan menurut Sunaryo (1989: 1) belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses seseorang dalam merubah tingkah laku kearah yang lebih baik, mulai dari sikap, minat, nilai maupun pengetahuan dan dilakukan secara sadar.
Jadi dari pengertian prestasi dan belajar diatas, prestasi belajar  merupakan hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. (Djamarah, 1994: 23). Sedangkan menurut Djazuli (1995: 104) prestasi adalah perubahan prilaku seseorang secara akademik dalam mengikuti proses pembelajaran (Dewi Kusumayantie, 2006: 6).
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai siswa atau seseorang baik yang dicapai oleh individu maupun kelompok secara akademik sehingga mengakibatkan perubahan yang lebih baik dalam diri individu. Dan dilakukan melalui proses belajar mengajar serta merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor.
Dalam Abu Ahmadi (2008: 138) prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor interen) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi itu tidak hanya dipengaruhi oleh diri anak itu sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh faktor luar.
Selanjutnya Abu Ahmadi mengemukakan bahwa yang tergolong faktor internal adalah:
a.      Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.
b.      Faktor fiskologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh atas:
1)     Faktor intelektual yang meliputi: faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat. Dan faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.
2)      Faktor non-intelek, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyusaian.
c.      Faktor kematangan fisik maupun psikis.
                            Yang tergolong faktor eksteren, ialah:
a.      Faktor sosial yang terdiri atas:
1)        Lingkungan keluarga
2)        Lingkungan sekolah
3)        Lingkungan masyarakat
4)        Lingkungan kelompok
b.      Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.
c.      Faktor lingkungan fisik seperti rumah fasilitas belajar, iklim. 
Berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tidak hanya faktor intern tetapi juga faktor ekstern. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi dan saling mendukung dalam meningkatkan prestasi belajar seseorang.
11    Ilmu Pendidikan Sosial (IPS)
IPS adalah program mata pelajaran yang merupakan perpaduan dari disipilin ilmu sosial. Disiplin ilmu sosial yang terpadu dalam IPS adalah ilmu: ekonomi, sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, psikologi sosial, politik dan hukum. Masing-masing disiplin ilmu sosial tersebut memiliki aspek yang berbeda-beda (http://suripto.com/pendidikan-ips-html)
Ilmu Ekonomi mempelajari aspek pemenuhan kebutuhan, sejarah memiliki aspek peristiwa, tempat dan waktu, geografi mempelajari aspek ruang, antopropologi mempelajari aspek budaya, sosiologi mempelajari aspek hubungan kemasyarakatan, psikologi sosial mempelajari aspek kejiwaan khususnya jiwa individu dan jiwa masa. politik mempelajari aspek pemerintahan, hukum mempelajari akspek norma atau aturan.
Dalam konsep an-Nas bahwa masyarakat adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dengan mengabaikan keterlibatannya dengan kepentingan pergaulan antara sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hubungan manusia dengan masyarakat terjadi interaksi aktif. Manusia dapat mengintervensi dengan masyarakat lingkungannya dan sebaliknya masyarakat pun dapat memberi pada manusia sebagai warganya. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, masyarakat memiliki karakteristik tertentu (http://www.masbied.com)
  1. Hasil Penelitian yang Relevan
1        Penelitian dari Sumiatun, 2009 dengan judul : Upaya meningkatkan prestasi belajar matematika mealui pembelajaran kooperatif tipe stad pada siswa kelas III SD Negeri 2 Gunung Rajak Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitiannya menghasilkan nilai rata-rata prestasi belajar Matematika siswa kelas III pada siklus I sebesar 60, pada siklus II sebesar 76 sehingga terdapat kenaikan nilai rata – rata dari siklus I ke siklus II. Prosentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I menunjukkan angka sebesar 60,00 % ( 12 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh peserta 20 siswa), pada siklus II sebesar 90,0 % (19 siswa tuntas dalam belajarnya dari seluruh)
2        Penelitian dari Raehanun, 2011 dengan judul penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make macth dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas IV SDN 1 Sukarara 2010/2011. Hal ini, ditunjukkan dengan adanya peningkatan dari siklus I kesiklus II. Tampak peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 76,59 menjadi 84,04. Dengan peningkatan prosentasi ketuntasan secara klasikal sebesar 71,43% menjadi 90,48%.
Adapun penelitian ini adalah penelitian yang digunakan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran IPS di SD Negeri 3 Sukarara dan melengkapi penelitian yang telah ada sebelumnya.
  1. Kerangka Pikir
Dalam proses belajar mengajar IPS di SDN 3 Sukarara siswa lebih banyak menjadi pendengar atau bersifat pasif. Disamping itu metode yang digunakan masih dominal menggunakan metode ceramah yaitu guru menjelaskan di depan kelas dan siswa mendengarkan. Setelah guru menjelaskan, siswa disuruh mengerjakan latihan dan siswa disuruh menghapal apa yang sudah dipelajari hari itu, serta kadang-kadang pemberian tugas pekerjaan rumah (PR). Pembelajaran seperti ini dilakukan secara monoton dan kurang bervariasi sehingga peran guru lebih dominal yang menyebabkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran kurang.
Dalam proses belajar mengajar khususnya pelajaran IPS, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran IPS. Karena metode yang kurang baik akan menyebabkan rendahnya aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran IPS yang didapat berdampak pada prestasi belajar IPS siswa.
Untuk dapat meningkatkan keterlibatan langsung siswa dalam belajar salah satunya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match yang menuntun keterlibatan siswa secara aktif dan guru sebagai fasilitator. Pembelajaran dengan kooperatif tipe make a match, dalam pembelajaran ini siswa belajar secara kelompok. Dimana siswa disediakan kartu soal dan jawaban, setiap siswa memegang satu buah kartu dan mereka akan mencari pasangan yang cocok dari kartu yang dipegangnya. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe make a match akan mengajarkan siswa untuk belajar dalam kelompok dan berperan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga dalam proses belajar diharapkan aktivitas siswa dapat meningkat dan berakibat terhadap prestasi siswa yang meningkat pula.
Bagan 1.1
Mekanisme Pembelajaran dengan Model Cooperative Learning
 (Davit Hornsby, 1981)








  1. Hipotesis Tindakan
Bedasarkan uraian kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: “Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan prestasi belajar IPS kelas IV SDN 3 Sukarara”.




































BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Peneliian
Penelitan ini termasuk dalam jenis Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yakni suatu pencermatan terhadap suatu kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi di dalam sebuah kelas              ( Suharsimi Arikunto, dkk : 16: 2007 )
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran di kelas apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti pihak yang terlibat (guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan. (http://wijayalab.com)
Banyak sekali masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran di sekolah. Tentu para guru diminta untuk mencari solusi dari masalah-masalah itu. Untuk mencari solusi dari masalah itu diperlukan sebuah penelitian. Dari sinilah dimulai sebuah penelitian yang dimulai dari melihat, membaca, menulis, meneliti dan melaporkannya dalam bentuk laporan PTK.
B.     Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian tindakan kelas ini adalah di SDN 3 Sukarara,  kelas IV Tahun Pelajaran 2011/2012. dan waktu penyelenggaraan penelitian ini adalah pada semester I (ganjil) mulai dari bulan Juni sampai bulan September 2011.
C.    Subjek Penelitian
Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IV SDN 3 Sukarara tahun ajaran 2011 yang berjumlah 24 orang siswa. Dengan jumlah siswa perempuan 13 orang dan jumlah siswa laki-laki 11 orang. Adapun yang bertindak sebagai observer dalam penelitian ini adalah guru kelas IV SD Negeri 3 Sukarara.
D.    Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dimana penelitian ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan rangkaian yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan/tindakan, tahap pengamatan (Observasi), dan tahap refleksi ( Arikunto dkk, 2007: 74 ).
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Adapun tahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas digambarkan seperti gambar di bawah ini :





 Bagan 1.2
Bagan tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas

 
 












Berikut rincian kegiatan pada setiap tahapan adalah sebagai berikut:
1.      Siklus I
a.       Tahap Perencanaan tindakan
Pada tahap perencanaan ini peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemuadian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.
Secara rinci, pada tahapan perencanaan ini terdiri dari kegiatan sebagai berikut :
1)        Membuat skenario pembelajaran dengan menggunakan berbagai pola latihan yang disusun dari yang paling simpel ke yang lebih kompleks.
2)        Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar yang diperlukan dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
3)        Membuat alat bantu mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa.
b.     Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini, rancanagan strategi dan skenario pembelajaran yang telah disusun pada perencanaan tindakan akan diterapkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Sukarara pada pokok bahasan transportasi sebagai implementasi pendekatan kooperative learning. Tindakan dilakukan oleh peneliti sendiri yang berlangsung di dlam kelas dengan berpedoman pada kurikulum, sillabus mata pelajaran dan rencana pembelajaran. Selain iut juga peneliti berperan untuk memberikan stimulus dan motivasi kepada siswa dengan tujuan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar.
c.          Tahap Observasi (Pengamatan)
Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi, dimana pada tahap ini siswa diobservasi yaitu tentang perubahan sikap dan prestasi belajar siswa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengenai transportasi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe mke a match.
d.         Tahap Refleksi
Tahap ini merupakan tahapan pemerosesan data yang diperoleh pada saat observasi. Data yang diperoleh pada tahap ini selanjutnya ditafsirkan dan dijadikan masukan pada analisis data dengan mempertimbangkan bahwa segala pengalaman teori dan pengalaman intruksional direfleksi untuk menarik suatu kesimpulan.
2.      Siklus II
Pelaksanaan siklus II ini didasarkan pada hasil refleksi yang sudah dilkukan pada siklus I, mengulang tahapan-tahapan yang sudah tertera pada siklus I, sikulus II juga merupakan penyempurnaan dari kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus I dengan tujuan untuk I mendapatkan hasil yang jauh lebih sempurna.
Adapaun ketuntasan belajar bersasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut :
a.       Perorangan : apabila mampu menyerap 60% dari materi yang disampaikan, yang akan terlihat pada hasil evaluasi dimana siswa dapat mencapai 60% pada saat evaluasi.
b.      Klasikal : apabila 80% atau lebih dari siswa dikelas mencapai ketuntasan perorangan, yanga akan terlihat pada hasil evaluasi minimal 80% mencapai 60% ke atas, sehingga indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah tercapai ketuntasan secara klasikal.
E.     Teknik Pengumpulan Data
1.      Tehnik Pengumpulan Data.
           Pada penelitian ini tekhnik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah teknik : test unjuk kerja, observasi, dan wawancara.
a.       Test unjuk kerja.
           Test adalah ujian tertulis, lisan, atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seseorang (KBBI, 2001: 1186).
Yang dimaksud test unjuk kerja dalam penelitian ini yaitu siswa diberi tugas secara tertulis maupun praktik.  Test unjuk kerja dilakukan untuk mengatahui kemampuan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran pada setiap siklus.
b.      Observasi.
           Hal yang diamati dalam penelitian ini antara lain kondisi dan partisipasi siswa saat mengikuti proses pembelajaran dan nilai yang diperoleh siswa. Selain siswa juga guru terutama persiapan dan kemampuan guru dalam membelajarkan bahannya.
c.       Wawancara
           Wawancara dilakukan oleh peneliti kepada siswa untuk meneliti bagaimana minat dan pengalaman siswa saat mengikuti pembelajaran. Wawancara juga dilakukan dengan pengamat (kolaborator) untuk dimintai pendapat atau informasi tentang proses pembelajaran dan minat siswa selama mengikuti pembelajaran.
2.      Alat Pengumpulan Data        
           Alat atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri atas beberapa instrumen yaitu :
a.       Butir soal tes unjuk kerja.
Berupa test kemampuan awal tentang materi penjumlahan bilangan pecahan. Soal test di akhir setiap siklus untuk mengetahui kemampuan penguasaan bahan tersebut setelah diberi tindakan
b.      Lembar observasi
Berupa lembar refleksi siswa dan  lembar pengamatan peneliti yang digunakan untuk mengamati proses kegiatan pembelajaran.
c.       Pedoman wawancara
Pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan untuk wawancara dengan siswa mengenai proses pembelajaran yang telah berlangsung.
F.      Instrument Penelitian